Pengantar
Sebentar lagi kita akan menyelenggarakan salah satu hari raya besar umat islam, Iedul Adha yang merupakan salah satu Perayaan Hari Besar yang secara Syariah diikuti dengan Ibadah Qurban. Berangkat dari sejarah, kisah nabi Ibrahim bersama Istrinya St. Hajar dan Anak tercintanya Ismail. Terkandung sebuah pilosopi hidup antara hubungan pencipta dan hambanya. Nabi Ismail adalah putra rupawan, buah hati yang sudah puluhan tahun dinanti kehadirannya dalam keluarga nabi Ibrahim."Coba anda bayangkan bagaimana Do'a seorang nabi yang tidak diragukan kesungguhannya, pengkabulannya ditunda realisasinya oleh Allah"
Sesuatu yang dimohon dan dinantikan, sesatu yang diminta dengan sepenuh hati disertai upaya untuk tidak melakukan pelanggaran akan syariah karena takut pada RABB, pastilah pada saat yang dimohonkan datang atau hadir akan diikuti oleh rasa cinta yang amal luar biasa hebatnya.
Persoalan kemudian, Ismail Alaihissalam, yang menjadi kecintaan luarbiasa tersebut, diminta oleh Allah Subhanahu Wataala untuk di sembelih.
Disini terlihat bagaimana Allah Subhanahu Wata'ala memperlihatkan sebuah fenomena manusiawi dinama kecintaan pada dunia (fana) diuji kecendrungannya dibandingkan dengan kecintaan terhadap Dirinya. Besarnya cinta Nabi Ibrahim Alaihissalam kepada Ismail Alaihissalam secara logika tidak akan sama besarnya apabila Ismail Alaihissalam hadir bukan melalui proses doa dan keteguhan beristiqomah selama puluhan tahun. Kita diberi sebuah hikmah oleh Allah Subhanau Wataala, bahwa kecintaan hamba terhadap mahluk atau dunia tidak boleh melebih kecintaan terhadap Maha Pemilik dan Maha Pendipta. Dan, Nabi Ibrahim Alaihissalam telah membuktikan kecendrungan cintanya kepada Allah.
Hikmah: Korupsi, Mencuri, Atau Kecuparangan lain bukan semata dilakukan karena kerakusan, namun sebagian besar dari mereka melakukan dengan alasan ingin membahagiakan keluarga. Siapa yang tidak ingin anaknya sekolah di sekolah unggulan, keluarga persandang yang layak bahkan mewah, hidup dalam kenyamanan rumah yang dilengkapi berbagai fasilitas, dan atau berkendaraan mewah untuk meningkatkan entitas keluarganya. Namun demikian, peluang untuk melakkukan kecurangan yang sedang terbuka jalannya, merupakan tantangan bagi kita, apakah kita akan melakukan pelanggaran demi cinta pada keluarga kita atau takut diputuskan cinta dari Allah.
Semoga tulisan pengantar singkat di atas dapat bemberi hikmah untuk kita semua, amiiin. Selanjutnya sebagai tujuan utama pada posting kali ini adalah mengangkut syarat syahnya hewan kurban dan pelaksanaan kurban. Uraian berikut kami kutip dari VOA ISLAM, tanpa merubah sedikpun muatan yang ada didalamnya (the next passage was taken from VOA ISLAM, we did not do any change on the original passage/article)
Syarah Syah Hewan Kurban
Diantara urusan kurban yang harus diketahui oleh seorang mudhahhi adalah syarat-syaratnya. Apa yang harus dipenuhi oleh pengorban dari ibadah kurbannya:
Pertama, hewan kurban harus dari hewan ternak; yaitu
unta, sapi, kambing atau domba. Hal ini berdasarkan sabda firman Allah Ta'ala,
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
"Dan bagi tiap-tiap umat
telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah
terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka." (QS. Al-Hajj: 34)
Bahimah An'am: unta,
sapi, dan kambing. Ini yang dikenal oleh orang Arab sebagaimana yang dikatakan
oleh Al-Hasan, Qatadah, dan selainnya.
Kedua, usianya sudah mencapai umur minimal yang
ditentukan syari'at. Yakni sudah musinnah, kecuali bagi domba boleh
jadza'ahnya. Ini berdasarkan sabda NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam,
لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ
يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
"Janganlah kalian
menyembelih kecuali Musinnah (kambing yg telah berusia dua tahun), kecuali jika
kalian kesulitan mendapatkannya, maka sembelihlah domba jadza'ah." (HR. Muslim dari sahabat Jabir bin
Abdillah Radhiyallahu 'Anhu)
Dari Al-Barra' Radhiyallahu
'Anhu, berkata: "Pada
suatu hari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakan shalat, setelah itu beliau bersabda:
مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا
فَلَا يَذْبَحْ حَتَّى يَنْصَرِفَ فَقَامَ أَبُو بُرْدَةَ بْنُ نِيَارٍ فَقَالَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلْتُ فَقَالَ هُوَ شَيْءٌ عَجَّلْتَهُ قَالَ فَإِنَّ
عِنْدِي جَذَعَةً هِيَ خَيْرٌ مِنْ مُسِنَّتَيْنِ آذْبَحُهَا قَالَ نَعَمْ ثُمَّ
لَا تَجْزِي عَنْ أَحَدٍ بَعْدَكَ
"Barangsiapa mengerjakan
shalat seperti shalat kami, dan menghadap kiblat kami, hendaknya tidak
menyembelih binatang kurban sehingga selesai mengerjakan shalat.” Lalu Abu
Burdah bin Niyar berdiri dan berkata; “Wahai Rasulullah, padahal aku telah
melakukannya.” Beliau bersabda: “Itu adalah ibadah yang kamu kerjakan dengan
tergesa-gesa.” Abu Burdah berkata; “Sesungguhnya aku masih memiki Jadza’ah dan
dia lebih baik daripada dua Musinnah, apakah aku juga harus menyembelihnya
untuk berkurban? Beliau bersabda: “Ya, namun hal itu tidak sah untuk orang lain
setelahmu.” (HR. al-Bukhari)
Musinnah sama dengan
istilah Tsaniyyah, yakni hewan dengan usia tertentu yang mencakup unta, sapi
dan kambing. An-Nawawi berkata; "Para ulama berkata; Musinnah adalah
Tsaniyyah dari segala sesuatu yakni dari unta, sapi dan kambing atau
lebih." (Syarah An-Nawawi ‘Ala Muslim, vol 13 hlm 117)
Dalam Mu’jam Lughati
Al-Fuqaha’ (I/188) disebutkan: "Tsaniyy adalah setiap hewan yang tanggal
gigi serinya. Jamaknya Tsina’ dan Tsunyan. Bentuk lainya Tsaniyyah yang
dijamakkan menjadi Tsaniyyat. Tsaniyy dari unta adalah unta yang genap berusia
lima tahun, dari sapi yang genap dua tahun dan dari kambing yang genap satu
tahun (Mu’jam Lughoti Al-Fuqoha’, vol 1/hlm 188)
Perician dari usia
minimalnya:
-
Unta: sudah genap 5 tahun
-
Sapi: sudah genap 2 tahun
-
Kambing: sudah genap 1 tahun
-
Jadza'ah domba: sudah genap setengah tahun.
Tidak sah kurban yang
usianya di bawan ketentuan di atas.
Ketiga, Hewan kurban
terbebas dari aib/cacat. Di dalam nash hadits ada ada empat cacat yang
disebutkan:
1.
Aur Bayyin (buta sebelah
yang jelas)
2.
Araj Bayyin (kepincangan
yang jelas)
3.
Maradh Bayyin (sakit
yang jelas)
4.
Huzal (kekurusan yang
membuat sungsum hilang).
Jika hewan kurban
terkena salah satu atau lebih dari empat macam aib ini, maka hewan tersebut
tidak sah dijadikan sebagai hewan kurban.
Dari Al-Bara’ bin ‘Azib
berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya, ‘Apa yang harus dijauhi untuk hewan
kurban?‘ Beliau memberikan isyarat dengan tangannya lantas bersabda: “Ada
empat.” Barra’ lalu memberikan isyarat juga dengan tangannya dan berkata;
“Tanganku lebih pendek daripada tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
الْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْعَوْرَاءُ
الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَجْفَاءُ الَّتِى
لاَ تُنْقِى
"(empat
perkara tersebut adalah) hewan yang jelas-jelas pincang kakinya, hewan yang
jelas buta sebelah, hewan yang sakit dan hewan yang kurus tak bersumsum.” (H.R.Malik)
Dari ‘Ubaid bin Fairuz
berkata: Aku pernah bertanya kepada Al Bara` bin ‘Azib; sesuatu apakah yang
tidak diperbolehkan dalam hewan kurban? Kemudian ia berkata; RasulullahShallallahu ‘Alaihi
Wasallam pernah berdiri diantara
kami, jari-jariku lebih pendek daripada jari-jarinya dan ruas-ruas jariku lebih
pendek dari ruas-ruas jarinya, kemudian beliau berkata:
أَرْبَعٌ لاَ تَجُوزُ فِى الأَضَاحِى الْعَوْرَاءُ
بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ
ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِى لاَ تَنْقَى
“Empat perkara yang tidak
boleh ada di dalam hewan-hewan kurban; yaitu buta sebelah matanya yang jelas
kebutaannya, pincang yang jelas pincangnya, sakit yang jelas sakitnya, dan
pecah kakinya yang tidak memiliki sumsum. ‘Ubaid berkata; aku katakan kepada Al
Bara`; Aku tidak suka pada giginya terdapat aib. Ia berkata; apa yang tidak
engkau sukai maka tinggalkan dan janganlah engkau mengharamkannya kepada
seseorang." (HR. Abu Dawud)
Keempat, Hewan tersebut benar-benar dimiliki oleh orang
yang berkurban atau yang diizikan dikurbankan atas namanya oleh syariat
atau oleh orang yang memilikinya. Tidak sah kurban orang yang tidak memilikinya
secara sah seperti hewan kurban yang dicuri, dikuasai dengan cara batil, dan
semisalnya. Sebabnya tidak sah ibadah taqarrub kepada Allah dengan maksiat
kepada-Nya. kurban pengasuh anak yatim yang diambil dari hartanya sah jika
berkurban telah menjadi rutinitas dan akan bersedih jika tidak ada hewan
kurban. Begitu juga sah kurban orang yang mewakili dari harta orang yang
diwakilinya dengan izinnya. (Syaikh Utsaimin dalam Risalah Ahkam
Udhiyyah wa Dzakah)
. . . Tidak sah kurban orang yang tidak
memilikinya secara sah seperti hewan kurban yang dicuri, dikuasai dengan cara
batil, dan semisalnya. . .
Kelima, tidak ada hak orang lain pada harta hewan
kurban tersebut, maka tidak sah kurban dari hewan yang digadai.
Keenam, menyembelihnya pada waktu yang telah
ditentukan oleh syariat. Yaitu setelah shalat Ied sampai terbenamnya matahari
dari hari tasyriq terakhir (tanggal 13 Dzulhijjah). Maka waktu menyembelih
hewan kurban ada empat hari: hari idul Adha sesudah shalat dan tiga hari
sesudahnya yang dikenal dengan ayyam Tasyriq. Maka siapa yang menyembelih
sebelum shalat ied selesai atau sesudah matahari di tanggal 13 terbenam, tidak
sah kurbannya.
Dari Sahabat al-Barra'
bin 'Azib Radhiyallahu 'Anhu, NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya yang pertama kali kita mulai pada hari ini adalah
shalat. Kemudian kita pulang lalu menyembelih hewan qurban. Barangsiapa berbuat
demikian maka dia telah sesuai dengan sunnah kami. Siapa yang menyembelih
sebelum shalat maka itu adalah daging yang diberikan untuk keluarganya dan
tidak termasuk nusuk (ibadah qurban) sedikitpun." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan lagi dari
Jundub bin Sufyan al-BajaliRadhiyallahu 'Anhu, berkata: Aku menyaksikan NabiShallallahu 'Alaihi Wasallam pada hari nahar (penyembelihan) bersabda:
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُعِدْ
مَكَانَهَا أُخْرَى وَمَنْ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ
"Siapa yang
menyembelih sebelum shalat maka hendaknya ia mengganatinya dengan hewan kurban
yang lain, dan siapa yang belum berkurban henwaknya ia berkurban." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam Shahih Muslim,
dari hadits Nubaisyah al-HudzaliyRadhiyallahu 'Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda;
أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
"Hari-hari tasyriq adalah
hari-hari makan, minuma."
(HR. Muslim)
. . . waktu
menyembelih hewan kurban ada empat hari: hari idul Adha sesudah shalat dan tiga
hari sesudahnya yang dikenal dengan ayyam Tasyriq. . .
Namun siapa mendapati
udzur sehingga harus mengakhirkannya sesudah hari tasyriq seperti hewan kurban
lepas dan tidak lekas ditemukan kecuali setelah habisnya waktu penyembelihan
atau hewan tersebut dititipkan kepada orang untuk menyembelihnya lalu orang
tersebut lupa sehingga habis waktunya, maka tidak apa-apa hewan tersebut
disembelih sesudah lewat waktunya karena udzur tadi. Hal ini diqiaskan kepada
orang yang tertidur dari shalat atau lupa, maka ia boleh shalat sewaktu
terbangun dan di saat sudah ingat. (Disarikan dari Risalah Ahkam Udhiyyah wa
Dzakah, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin)
Dibolehkan juga
menyembelih hewan kurban pada siang atau malam hari, sementara menyembelih di
siang hari itu lebih utama. Segera menyembelih sesudah khutbah Idul Adha itu
paling utama. Setiap hari penyembelihan lebih utam dari hari sesudahnya karena
itu bentuk bersegera kepada perbuatan baik. Wallahu Ta'ala A'lam.
[PurWD/voa-islam.com]
Semoga Bermanfaat
By: Husri Bolang
0 comments:
Post a Comment